Pages

Pages

berwarna

aku menengadah pada langit
bertanya pada cinta
yang terkadang membingungkan
sebentar gembira
detik kemudian menyedihkan...,,

tapi itulah kehidupan..,,
bukan hanya cinta
atau syair pemujaan terhadap para dewa
tapi berjuta rasa itu
yang membuat hidup semakin berwarna..,,

nikmati saja...,,

reality show

Sore begitu pekat, puluhan awan hitam menggantung di langit-langit cakrawala senja. Sudah lima jam lebih tirai hujan menutup langit surabaya, sejak itu pula seorang gadis menginjak dewasa terdiam di sudut balkon depan lantai dua, pandangan mata kosong menatap bulir air lembut yang jatuh ke bumi. Alur waktu menghantarkannya pada keping kenangan, seperti sedang mencari sesuatu dalam memorinya.

Seolah waktu menghanyutkan benak pada menit sebelumnya, ketika seorang lelaki bertubuh tegap datang dengan muka kusam, tak terawat. Ia telah hafal ketika pria itu datang dengan wajah muram, berarti akan terjadi sesuatu yang menyenangkan di dalam rumahnya. Berarti sebuah awal dari pertengkaran² yang tidak pernah berakhir. Pertengkaran kedua manusia yang melahirkannya, orang tua`nya.

Dan, benar saja. Suara keras dari keduanya adalah awal dari rangkaian yang akan berlanjut dengan saling tampar, pukulan, dan amarah yang tak terkendalikan. Seperti yang telah ia hafal di luar kepala, hari yang sama ia lewati hanyalah replay dari pertengkaran yang terjadi sejak belasan tahun sebelumnya.

Sedari balita ia telah menikmati pertengkaran² itu seperti sebuah reality show yang sering diputar beberapa stasiun televisi. Menikmatinya dengan ikut serta mengambil peran sebagai penulis scenario dan menjadikan kedua orang tuanya sebagai pemeran dengan talenta acting luar biasa. Ia menjadikan candu untuk melihat pertengkaran itu. Dan akan sangat menyesal bila ia melewatkan momen² pertengkaran itu.

Seperti kali ini, ia begitu sedih karena ini adalah puncak dari pertengkaran kedua orang tuanya. Ia takut tak bisa lagi melihat pertengkaran² lagi, karena sang ibu tak lagi mampu memberikan perlawanan. Ia melihat sang ibu meninggalkan rumah dengan lebam membiru di wajah beserta lirih tangis ketika menoleh padanya yang termenung di balkon depan.

sin fallen

Sore ini, langit begitu cerah dengan sinar jingga menggantung di bagian bumi sebelah barat. Pun dengan sinar yang terpancar dari wajah cantik seorang wanita yang tengah berjalan memasuki kamar dengan membawa segelas susu hangat. Sang wanita tengah mencoba mendekati gadis yang tengah termenung di tepian ranjang, mencoba menjadi ibu yang mampu memberi perhatian lebih kepada anak tiri`nya.

"Lagi mikirin apa, sayang...??" tanya sang wanita lembut, sembari meletakkan nampan di meja belajar dan membawa gelas susu untuk 'anak'nya.

Sang gadis membisu, diam tanpa gerak dan suara. Hanya memandang sang ibu 'baru' dengan penuh selidik seolah mencari sesuatu untuk mengawali aksi`nya. Kemudian ia melihat gelas itu dengan penuh rencana.

"Segelas susu mungkin bisa menenangkanmu. Favoritmu di sore hari, khan..?" ucap sang ibu sembari menawarkan segelas susu dari genggam tangannya.

Gadis berkulit putih masih melihat segelas susu di depannya, mencermati hingga akhirnya ia mau menerimanya. Tapi tidak terburu meminumnya, masih dicermati`nya lalu tanpa di sanka ia membanting gelas bening berisi cairan putih itu. Seperti kesetanan ia menampar pipinya sendiri berulang kali sampai memerah, pun belum cukup sampai ia membenturkan keningnya ke tembok hingga berdarah.

Wanita yang berdiri di sebelah tempat tidur tampak mematung, ia seperti tak percaya pada apa yang di lihatnya hingga ia tak mampu menghentikan perbuatan anak gadis`nya.

"Ayaaahh..!! Toloongg...!!!" teriak sang gadis sambil terus menampar kedua pipinya.
"Tolooong..!!! Ayaah, tolooong..!!!" semakin kencang teriakan dan tamparan yang membuat ayahnya segera berlari dari ruang kerja menuju kamar anak gadis kesayangannya.

Gadis manis segera berlari memeluk sang ayah yang berdiri di depan pintu kamar, sambil terisak dia memeluk ayahnya begitu erat.

"Kau apakan anakku..?!!" teriak sang ayah kepada wanita yang masih terbengong di tengah kamar.
"Tante bilang adek harus minum susu itu yah, dia marah karna adek ngga mau minum susu buatannya...," isak sang gadis sambil terus menangis.
"Benar..?!!" tanya sang ayah geram sembari mendekati wanita yang masih terkejut mendengar pengakuan sang anak. "Benar yang dia bilang tadi...??"

"Plak...!!" sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanan wajah cantik wanita yang belum sempat memberikan penjelasan.

Sementara sang gadis tersenyum kecil di balik pintu sambil terus memperhatikan pertengkaran kedua tokoh utama nya. Sepertinya, episode reality show terbaru nya akan bertambah seru.

-end


Soerabaya, awalan maret 2010
setiap episode reality show milik Nya
pun akan lebih seru...,,





source; [ Sin Fallen ]

Tuhan Sembilan Senti

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,

Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara- perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu- na'im sangat ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya
apakah ada buku tuntunan cara merokok,

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk
orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana
kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat berat
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok,

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter
tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun
menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut
dan hidungnya mirip asbak rokok,

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul
saling menularkan HIV-AIDS sesamanya,
tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya
mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus,
kita ketularan penyakitnya.
Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS,

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan
nikotin paling subur di dunia,
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun
asap tembakau itu,
Bisa ketularan kena,

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok,

Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil,
pertandingan bulutangkis,
turnamen sepakbola
mengemis-ngemis mencium kaki sponsor
perusahaan rokok,

Di kamar kecil 12 meter kubik,
sambil 'ek-'ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat
dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh,
dengan cueknya, pakai dasi,
orang-orang goblok merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu- na'im
sangat ramah bagi orang perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh,
duduk sejumlah ulama terhormat merujuk
kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka
terselip berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya, putih warnanya,
ke mana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka
memegang rokok dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda
yang terbanyak kelompok ashabul yamiin
dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan
AC penuh itu.
Mamnu'ut tadkhiin, ya ustadz.
Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al
hawwa'i.
Kalau tak tahan,
Di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum.

Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr.
Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi).
Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.
Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz.
Wa yuharrimu 'alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang,
karena pada zaman Rasulullah dahulu,
sudah ada alkohol,
sudah ada babi,
tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
Lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan,
jangan,

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar
perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan
kecil yang kepalanya berapi itu,
yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir.
Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap,
dan ada yang mulai terbatuk-batuk,

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia
mati karena penyakit rokok.
Korban penyakit rokok
lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas,
lebih gawat ketimbang bencana banjir,
gempa bumi dan longsor,
cuma setingkat di bawah korban narkoba,

Pada saat sajak ini dibacakan,
berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di
negara kita,
jutaan jumlahnya,
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan cerdasnya,

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku' dan sujud untuk taqarrub pada
tuhan-tuhan ini,
karena orang akan khusyuk dan fana
dalam nikmat lewat upacara menyalakan api
dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,

Rabbana,
beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

Karya : Taufik Ismail

Banyu Sunyi

Lankah sang waktu berjalan terasa begitu lamban diantara hening malam dan redup cahaya bulan yang membantuku menelusuri jalan setapak menuju danau kecil di desaku. Aku menikmati hening sunyi yang menghantarku pada gerosan lamunan dan ukiran khayal yang membentuk pigora-pigora gambaran kehidupanku. Pada jejak kaki yang tertinggal dibelakang sana tergambar lamunan masa lalu, pada suara jankrik yang berlagu disekitarku sedang menceritakan apa yang sedang kulakukan, sedankan cahaya redup di depan sana samar terlihat masa depan. Dalam keheningan seperti ini, rasanya begitu mudah sang waktu mengulas tiap detik penggalan hidupku. Plot demi plot flashback mengingatkanku pada kelamnya masa lalu, hingga sekarang kutemui titik cerah kehidupanku yang mulai terarah.

Hingga tersadar aku telah sampai di tepian danau. Diantara pasir warna kelam dan tiupan angin mengusap helai rambutku, kulepas alas kaki sebelum berjalan menuju gerombolan batu besar diantara bendungan. Karena dialah, air dari kumpulan muara sungai berkumpul menjadi satu. Riak yang sebelumnya saling bergumul diantara derasnya liku sungai kini menjadi satu keheningan. Seperti kumpulan cerita kehidupan yang saling berteriak kemudian menjadi satu dalam diam. Sang banyu sunyi, yang kemudian mengingatkanku pada sebuah tulisan lama. Tulisan dari seorang lelaki pendiam yang menyimpan banyak cerita dalam kehidupannya. Setidaknya, aku pernah menjadi satu dari penggalan ceritanya.

Sin Fallen

Suatu malam aku tengah berjalan bersama seorang teman sepermainan, kedatangannya jauh² dari Solo dijadikan alasan agar aku mau menemaninya berjalan-jalan menulusuri malam Surabaya. Sedari sore tadi ia memintaku mengantarnya ke sebuah pertunjukan teater di Balai Pemuda. Setelahnya, kami menyempatkan waktu melihat pameran lukisan yang diselenggarakan di dalam gedung yang sama. Lankahnya terhenti sembari melihat detail lukisan selembar kertas usang ditemani sebuah pena yg terbuat dari bulu angsa. Lembar kertas itu masih bersih, berwarna biru muda seperti warna laut sebagai pancaran imaji langit. Sama sekali tak ada kata dalam kertas itu, bahkan tak ada tetes tinta yang menodainya. Sedangkan sang pena masih tergeletak begitu saja, seolah tak berdaya merankum kata demi sebuah kalimat pembuka.

"Bagus, ya?" suara gadis membuyarkan apresiasiku pada lukisan itu.
"Simple, tapi kaya makna." komentarku sekenanya, hanya membuang basa-basi seperlunya.
"Memulai sebuah originalitas karya memang tidak mudah," tangannya kembali menyentuh lukisan itu. Hanya saja, kali ini ia berhenti pada gambar pena yang tergeletak disebelah kertas biru muda tadi.
"Apapun itu, setidaknya berusaha memulai lebih baik daripada tidak mencobanya sama sekali." lankahku mulai meninggalkan lukisan itu. Beralih pandang pada stiap lukisan terbinkai pigora² etnik anyaman bambu, merankai makna keindahan yang tidak begitu saja tercipta.
"So? Kapan kamu mau nyoba masukin naskah ke penerbit?" kulihat pandang ceria dari kelopak matanya. "Setidaknya kamu harus memulai, daripada tidak mencoba sama sekali, bukan?" Seolah dia menyeranku dengan kata²ku sendiri sebagai bumerangnya.
"Hahaa.., Kamu selalu lebih pintar bermain kata-kata." candaku ditanggapinya dengan serius wajah yang tak senang mendapat jawaban tak semestinya. "Ayolah, lupakan masalah penerbit. Aku lebih suka membagi tulisan² fiksi itu bersamamu." rayu manisku pada gadis dengan character yang mirip denganku.
"Dengan hanya tulisan yang kita bahas di blog mu itu tak akan banyak membantu karna tak cukup banyak orang yang akan membacanya." ucapnya menggebu dengan semangat untuk mendukunku. Tapi aku masih tak berniat untuk mengikuti sarannya, "Buat apa naskah di tumpuk gitu... Bertelor juga ngga bisa, apalagi beranak?"
"Ya kalo tulisanku bisa kawin, munkin mereka bisa bertelor bahkan sampe beranak. Hahahaa...!!" Balasku tanpa sudi merubah prinsipku untuk menikmati kebahagiaanku, tidak untuk sekarang.
"Terserah kamulah.... ." ucapnya pendek sebelum berjalan mendahuluiku menuju pintu keluar.

Tak jauh dari pintu, lankahnya terhenti. Dari tubuh yang membelakangiku, terlihat tangannya tengah mencari sesuatu dari dalam buku yang sedari tadi dipegangnya, diantara lembaran buku itu ia mengeluarkan lembaran kertas berwarna biru muda. Diserahkannya padaku saat aku sudah berada di depannya.

"Jangan lupa datang besok malam." Dipegangnya tanganku untuk memaksa menerima bunkusan kertas itu. "Setidaknya aku sudah mulai berproses daripada tidak mencobanya sama sekali." ucapnya pendek sebelum meninggalkanku termenung dengan undangan biru dalam genggaman tanganku.

Namaku jelas tertulis pada sudut kanan bawah cover undangan tersebut, dimana sebuah promo launching novel akan diselenggerakan dalam beberapa hari kedepan. Sebuah novel karya penulis muda dari Solo, seorang gadis yang juga teman sepermainanku. Nama yang kuberikan untuknya ketika kami selalu menghabiskan senja di sebuah danau dekat rumah. Nama itu, Banyu Sunyi.

Sin Fallen

Angin malam menyapu permukaan danau hingga membentuk gelombang² kecil yang menyuarakan riak air hingga mengusir keheningan sang banyu sunyi. Angin malam itulah yang telah membantu sang air hingga kemudian bersuara, dengan tenaganya untuk terus membantu sang air bernyanyi dikeheningan malam. Angin itu bagai lelaki yang terus memberiku semangat untuk terus menulis, memberiku ide dari tulisan² yang kubaca dari kertas elektronik yang selalu dibanggakannya. Meski hanya ada aku sebagai satu²nya pengunjung yang memeberi comment, kritik dan pujian baginya, toh dia tetap menulis.

Kegilaan-nya untuk terus menulis adalah awal untukku memulai sebuah cerita. Entah kenapa, hingga akhirnya aku terpancing untuk terus menulis. Berbagi cerita bersamanya, hingga terlibat debat panjang diantara blog kami. Diantara lembaran² blog itu kami belajar membenahi tulisan. Tulisan apapun, dari fiksi² memuakkan hingga fakta non-fiksi, dari curhat² cengeng hingga pembahasan arti ketuhanan, dari coretan diary keseharian hingga repost tulisan teman lainnya. Tempat itu layaknya danau di mana kami sering menghabiskan waktu sore, tempat dimana ia sering memanggilku, banyu sunyi.

-end


Soerabaya pagi, akhir Juli 2009.
Teruntuk beberapa teman, terima kasihku...



di ambil dari [ Sin Fallen ]

Teman Lama

Jika saja mereka tahu apa yang kulakukan di sini atas usahaku sendiri, sepatutnya mereka tak akan pernah bertanya tentang bagaimana aku melalui semua proses melelahkan ini. Maksudku, orang-orang dari masa lalu`ku itu. Mereka yang kemudian dengan entengnya memanggilku dengan sebutan teman lama, tentu saja. Sepuluh tahun..?!!! itu sudah tidak lama lagi, teman. Selama satu dekade terpisah tanpa tahu arah dan tujuan masing-masing. Tidak lagi pernah mengetahui kabar satu sama lain. Lalu kenapa sekarang mereka berniat mencampuri urusanku...?? Karena mereka merasa menjadi 'teman lama'?

yang benar saja...??!!!

Semua ini berawal dari situs biru putih menyebalkan itu. Entah kenapa satu persatu teman lamaku semasa SMP dulu mulai menemukanku. Bertanya kabar, pendidikan, status, pekerjaan, dan semua hal yang sebenarnya telah kusimpan rapat² untuk ku sendiri. Kenapa mereka ingin tau segala urusun tentangku? Parahnya lagi, mereka membuat group alumni SMP kami dan berencana mengadakan reuni setelah sepuluh tahun berpisah. Dalam forum alumni itu aku di paksa ikut sertakan dalam panitia dan memintaku mengkoordinasi teman² yang ada di Jakarta. Wha a wonderful plan?!!

Bertemu dengan mereka saja aku enggan, apalagi harus mengkoordinir satu persatu nama yang sudah mulai terlupa. Belum lagi tawaran mereka yang menggandengkanku dengan seorang laki-laki yang dulu pernah menyukaiku. Semasa es em pe dulu. Anggaplah begitu, cerita monyet bla.. bla.. bla... dan menempatkannya sebagai pecundang untuk selamanya. Mungkin Mana mungkin aku mau satu tempat pada posisi yang sama dengan orang yang selalu ku benci.

Tidak!! tidak akan pernah...!!!

Itu adalah keputusanku, tak akan ada yang bisa mengubahnya. Apapun, siapapun, dengan alasan apapun. Meski dengan campur tangan tuhan sekalipun. Aku tidak akan pernah menerima tawaran itu.

sin fallen

Sepertinya cukup sampai di sini, rasanya sudah terlalu ruet hidupku ini. Jangan lagi mereka menambah rasa muak dalam hatiku. Pun sepertinya tak perlu ku per jelas kan pada mereka. Juga pada orang lain yang tak pernah tau kehidupanku. Entah kenapa, akhirnya aku berfikir untuk menyimpan isi dalam hatiku untuk yang kesekian kali. Hal yang membuatku berfikir untuk menghapus tulisan bodohku di kertas online yang baru saja ku ketik. Malu rasanya ingin menerbitkan tulisan memuakkan itu. Aku tak ingin mengotori blog`ku dengan bualan masa lalu.

"elisa...??" seorang rekan kerja memanggilku. "dipanggil big boss..." tambahnya sebelum berlalu.
"ada apa lagi ini....?" batinku sambil melangkah keluar ruangan meninggalkan tulisanku tersimpan di draft blogger.

"kenapa lagi, boss...??" tanyaku pada perempuan yang sedang duduk berteman pria berambut gondrong dengan stelan jeans dan kaos kumal warna hitam.
"ini, aku mau ngenalin kamu sama project manager baru kita. dia kenalanku semasa kuliah di surabaya dulu. semoga kamu bisa bekerja sama dengannya."
"Hai...,," ucap lelaki berambut gondrong tadi sambil mengulurkan tangan. "sepuluh tahun tidak bertemu, kau masih belum banyak berubah...,," ucapnya pelan.
"Kalian sudah saling kenal...??" tanya boss`ku dan ku jawab dengan raut muka sama dengannya.
"Anda, siapa...??"
"Penggemar beratmu..,, tentu saja...." ucapnya dengan akhiran senyum kecil yang cukup membuat matanya semakin sipit. Senyum itu, tak akan pernah ku lupa senyum yang selalu kutemukan ketika dulu semasa es em pe, seorang lelaki kecil sering mencuri pandang kepadaku. Ah, tak mungkin ini dia. "senang bertemu denganmu lagi..." ucapnya pendek.
"Kamu...,,"
"Ya, benar..., seorang teman lama...,"

-end


Soerabaya, awal april 2010
untuk seorang 'teman lama' di Jakarta.

infotainment

media, berita, atau apapun namanya
semakin tak jelas arah memberitakan sesuatu...,,
mereka yang mengaku jurnalistik
hanya bisa mengusik..,,
tapi kemudian hanya memberitakan
kejadian beberapa orang tertentu.

infotainment namanya..
entah gabungan dari kata apa
entah makna apa yang ada di dalamnya

tapi kemudian bahasa itu
memiliki peran penting terhadap
sendi kehidupan di sekelelingku

ketika akhirnya semua
memiliki berita yang sama
atau akhirnya, menciptakan berita
tanpa perlu tahu kebenarannya..,,

ah, entahlah...

Puisi

Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya.

Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas.

Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag, dll). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya. Puisi terkadang juga hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi. Ada beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru

Namun beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu 'pemadatan kata'. kebanyakan penyair aktif sekarang baik pemula ataupun bukan lebih mementingkan gaya bahasa dan hukan pada pokok puisi tersebut.

mereka enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal puisi tersebut.

Sastra Indonesia


Sastra Indonesia, adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra di Asia Tenggara. Istilah "Indonesia" sendiri mempunyai arti yang saling melengkapi terutama dalam cakupan geografi dan sejarah poltik di wilayah tersebut.
Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah Kepulauan Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk kepada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan Bahasa Melayu (dimana bahasa Indonesia adalah satu turunannya). Dengan pengertian kedua maka sastra ini dapat juga diartikan sebagai sastra yang dibuat di wilayah Melayu (selain Indonesia, terdapat juga beberapa negara berbahasa Melayu seperti Malaysia dan Brunei), demikian pula bangsa Melayu yang tinggal di Singapura.
Sastra Indonesia terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
  1. Lisan, adalah suatu bentuk komunikasi yang unik dijumpai pada manusia yang menggunakan kata-kata yang diturunka dari kosakata yang besar (kurang lebih 10.000) bersama-sama dengan berbagai macam nama yang diucapkan melalui atau menggunakan organ mulut. Kata-kata yang terucap tersambung menjadi untaian frase dan kalimat yang dikelompokkan secara sintaktis. Kosa kata dan sintaks yang digunakan, bersama-sama dengan bunyi bahasa yang digunakannya membentuk jati diri bahasa tersebut sebagai bahasa alami.
  2. Tulisan, Menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis biasa dilakukan pada kertas dengan menggunakan alat-alat seperti pena atau pensil. Pada awal sejarahnya, menulis dilakukan dengan menggunakan gambar, contohnya tulisan hieroglif (hieroglyph) pada zaman Mesir Kuno. Tulisan dengan aksara muncul sekitar 5000 tahun lalu. Orang-orang Sumeria (Irak saat ini) menciptakan tanda-tanda pada tanah liat. Tanda-tanda tersebut mewakili bunyi, berbeda dengan huruf-huruf hieroglif yang mewakili kata-kata atau benda. Kegiatan menulis berkembang pesat sejak diciptakannya teknik percetakan, yang menyebabkan orang makin giat menulis karena karya mereka mudah diterbitkan.
Secara urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan:
  • Angkatan Pujangga Lama
  • Angkatan Sastra Melayu Lama
  • Angkatan Balai Pustaka
  • Angkatan Pujangga Baru
  • Angkatan 1945
  • Angkatan 1950 - 1960-an
  • Angkatan 1966 - 1970-an
  • Angkatan 1980 - 1990-an
  • Angkatan Reformasi
  • Angkatan 2000-an

Pujangga Lama

Pujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat. Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi sebagian besar negara pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Di Sumatera bagian utara muncul karya-karya penting berbahasa Melayu, terutama karya-karya keagamaan. Hamzah Fansuri adalah yang pertama di antara penulis-penulis utama angkatan Pujangga Lama. Dari istana Kesultanan Aceh pada abad XVII muncul karya-karya klasik selanjutnya, yang paling terkemuka adalah karya-karya Syamsuddin Pasai dan Abdurrauf Singkil, serta Nuruddin ar-Raniri.

 
Karya Sastra Pujangga Lama
Sejarah
Hikayat
Syair
Kitab agama
  • Syarab al-'Asyiqin (Minuman Para Pecinta) oleh Hamzah Fansuri
  • Asrar al-'Arifin (Rahasia-rahasia para Gnostik) oleh Hamzah Fansuri
  • Nur ad-Daqa'iq (Cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsuddin Pasai
  • Bustan as-Salatin (Taman raja-raja) oleh Nuruddin ar-Raniri.

Sastra Melayu Lama

Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 - 1942, yang berkembang dilingkungan masyarakat Sumatera seperti "Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan daerah Sumatera lainnya", orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat.
Karya Sastra Melayu Lama
  • Robinson Crusoe (terjemahan)
  • Lawan-lawan Merah
  • Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan)
  • Graaf de Monte Cristo (terjemahan)
  • Kapten Flamberger (terjemahan)
  • Rocambole (terjemahan)
  • Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo)
  • Bunga Rampai oleh A.F van Dewall
  • Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe
  • Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan
  • Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya
  • Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo)
  • Cerita Nyi Paina
  • Cerita Nyai Sarikem
  • Cerita Nyonya Kong Hong Nio
  • Nona Leonie
  • Warna Sari Melayu oleh Kat S.J
  • Cerita Si Conat oleh F.D.J. Pangemanan
  • Cerita Rossina
  • Nyai Isah oleh F. Wiggers
  • Drama Raden Bei Surioretno
  • Syair Java Bank Dirampok
  • Lo Fen Kui oleh Gouw Peng Liang
  • Cerita Oey See oleh Thio Tjin Boen
  • Tambahsia
  • Busono oleh R.M.Tirto Adhi Soerjo
  • Nyai Permana
  • Hikayat Siti Mariah oleh Hadji Moekti (indo)
  • dan masih ada sekitar 3000 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya

Angkatan Balai Pustaka

Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.
Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.
Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka" oleh sebab banyak karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah "novel Sumatera", dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka:

Pujangga Baru

Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.
Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :
  1. Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
  2. Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.

Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru

Angkatan 1945

Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan '45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik-idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan '45 memiliki konsep seni yang diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang". Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945

Angkatan 1950 - 1960-an

Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.
Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 - 1960-an

Angkatan 1966 - 1970-an

Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966

Angkatan 1980 - 1990an

Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.
Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.
Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur.
Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.
Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat.
Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980 - 1990an

Angkatan Reformasi

Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang "Sastrawan Angkatan Reformasi". Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi. Di rubrik sastra harian Republika misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.
Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra -- puisi, cerpen, dan novel -- pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny Hidayat dengan media online: duniasastra(dot)com -nya, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi

Angkatan 2000-an

Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya "Sastrawan Angkatan 2000". Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa Herliany.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000
Cybersastra
Era internet memasuki komunitas sastra di Indonesia. Banyak karya sastra Indonesia yang tidak dipublikasi berupa buku namun termaktub di dunia maya (Internet), baik yang dikelola resmi oleh pemerintah, organisasi non-profit, maupun situs pribadi. Ada beberapa situs Sastra Indonesia di dunia maya semisal : duniasatra(dot)com.